free hit counter code Seperti Apa Perkembangan Sosial pada Anak Usia SD/MI? | Total Edukasi

Seperti Apa Perkembangan Sosial pada Anak Usia SD/MI?

perkembangan-sosial-anak-usia-sd
total-edukasi.blogspot.com
Peserta didik adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, ia membutuhkan orang lain untuk dapat tumbuh kembang menjadi manusia yang utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan saling pengaruh antarsesama peserta didik maupun dengan orang dewasa lainnya.

Pengertian dan Proses Sosialisasi

Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh-kembang, serta usia dan tugas perkembangnnya. Setiap masyarakat memiliki harapan sosial sesuai budaya masyarakat tersebut. Pada masyarakat pedesaan, anak usia 4-5 tahun tidak mesti masuk Taman Kanak-kanak. Tetapi, budaya masyarakat kota menuntut anak usia tersebut bersekolah di TK. Tuntutan sosial sesuai dengan tugas perkembangan pada usia antara lain, maksudnya, peserta didik harus mampu menyesuai-kan diri dengan teman-teman seusianya, mengembangkan peran sosial sebagai anak laki-laki atau perempuan, serta mengembangkan sikap sosial, baik terhadap orang di sekitarnya maupun terhadap kelompok sosial seperti sekolah dan kelompok keagamaan.

Belajar hidup bermasyarakat memerlukan sekurangnya tiga proses berikut:
  1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima dalam kelompok tersebut. Agar dapat diterima dalam kelompok, maka para anggota termasuk peserta didik usia SD/MI harus menyesuaikan perilakunya dengan standar kelompok tersebut.
  2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Agar dapat diterima dalam kelompok selain dapat menyesuaikan perilaku dengan standar kelompok, peserta didik juga dituntut untuk memainkan peran sosial dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah disetujui dan ditentukan oleh para anggota kelompok. Misalnya. ada peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak, serta peran bagi guru dan siswa.
  3. Perkembangan sikap sosial. Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, peserta didik juga harus menyukai orang atau terlibat dalam aktivitas sosial tertentu. Jika anak dapat melakukannya dengan baik, maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok Peserta didik dapat melakukan sosialisasi dengan baik apabila sikap dan perilakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi tersebut sehingga dapat diterima sesuai dengan standar atau aturan kelompok tempat peserta didik menggabungkan diri. Apabila perilaku peserta didik tidak mencerminkan ketiga proses sosialisasi tersebut, maka ia dapat berkembang menjadi orang yang nonsosial (perilaku tidak sesuai dengan norma kelompok), asosial (tidak mengetahui tuntutan kelompok sosial terhadap perilakunya), bahkan sampai antisosial (bersikap permusuhan dan melawan standar dalam kelompok sosial).
Kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi, antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor:
  1. Kesempatan dan waktu untuk bersosialisasi, hidup dalam masyarakat dengan orang lain. Semakin bertambahnya usia, anak semakin membutuhkan kesempatan dan waktu lebih banyak untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.
  2. Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain. Peserta didik perlu menguasai kemampuan berbicara dengan topik yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain. Pembicaraan yang bersifat sosial bukan pembicaraan yang egosentris.
  3. Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. Motivasi bersosialisasi ini tergantung juga pada tingkat kepuasan yang dapat diberikan melalui aktivitas sosial kepadanya. Jika peserta didik mendapat kesenangan dan kepuasan ketika bergaul dengan orang lain, maka peserta didik akan cenderung mengulangi hubungan sosial tersebut. Demikian juga sebaliknya, jika peserta didik tidak/kurang puas maka peserta didik cenderung bergaul dengan orang lain.
  4. Metode belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar sosialisasi melalui kegiatan bermain peran yang menirukan orang yang diidolakan, maka peserta didik cenderung mengikuti peran sosial tersebut. Akan menjadi lebih efisien dan belajar lebih cepat apabila ada bimbingan dan arahan dalam aktivitas belajar bergaul dan memilih teman.
Salah satu hal penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman sosial awal bagi perkembangan dan perilaku sosial sekarang dan selanjutnya pada masa remaja dan dewasa. Pengalaman sosial awal cenderung menetap. Mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan baik atau buruk pada pengalaman sosial awal, akan memudahkan atau menyulitkan perkembangan sosial anak selanjutnya. Sikap sosial yang terbentuk akan sulit diubah dibandingkan dengan perilaku sosialnya. Anak yang lebih memilih berinteraksi dengan manusia akan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik daripada anak yang bermain sendiri dengan benda dan alat permainannya.

Pengalaman sosial awal juga mempengaruhi partisipasi sosial anak. Mereka yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok sosial. Lebih lanjut perkembangan sosial berpengaruh terhadap penerimaan sosial, pola khas perilaku (cenderung sosial atau anti sosial), serta pembentukan kepribadian. Sikap positif terhadap diri sendiri lebih sering dijumpai pada orang yang berpengalaman sosial awal menyenangkan.

Perkembangan sosial sebenarnya sudah dimulai sejak anak dilahirkan. Ia membu-tuhkan orang lain agar dapat bertahan hidup. Sosialisasi pada bayi dan anak kecil antara lain dengan meniru ekspresi orang di sekitarnya, rasa takut dan malu terhadap orang yang tidak/kurang dikenal, kelekatan/ketergantungan pada orang yang sangat dekat (ibu, pengasuh, anggota keluarga lain), mencari perhatian, menerima atau melawan otoritas tuntutan orang tua/dewasa, persaingan, kerja sama atau bertengkar dengan teman sebaya, egosentris atau bersimpati dan empati terhadap orang di sekitarnya.

Pada peserta didik usia SD/MI yang berada pada periode anak akhir, mereka mulai membentuk kelompok bermain yang dapat berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan aktivitas pada masa anak Mengenai peran kelompok dan permainan pada periode anak akhir akan dibahas lebih lanjut pada uraian mendatang. Selanjutnya, perkembangan sosial pada masa puber kadang sudah dialami oleh peserta didik di SD kelas 5 atau 6. Pada masa ini pola perkembangan sosial terganggu karena terjadi perubahan fisik seksual yang sangat pesat, sehingga anak cenderung menarik diri, kurang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Terjadi kemunduran minat untuk bermain dan melakukan aktivitas kelompok, dan perilaku anak cenderung antisosial. Karenanya, masa ini kerap disebut juga sebagai fase negatif. Jika orang tua, guru dan orang dewasa lainnya kurang memahami perilaku anak yang menarik diri, cepat berubah-ubah, cenderung negatif, maka anak dapat berkembang menjadi penentang atau pemberontak, bahkan dapat menjadi antisosial.

Peranan Kelompok dan Permainan

Pada masa anak akhir, kelompok/geng anak memegang peran penting dalam perkembangan sosial. Pada masa ini anak sudah mulai bersekolah. Lingkungan sosial pun sudah semakin menjadi lebih luas, dari yang semula terbatas di lingkungan keluarga dan sekitar rumah dengan lingkungan sosial di sekolah. Anak bergaul dengan anak-anak seusianya, para guru, dan orang lain di sekitar sekolah. Kesadaran sosial berkembang pesat, anak membutuhkan teman-teman sebaya untuk melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupannya. Kelompok bermain yang pada masa anak awal terbentuk secara spontan, informal, dan sementara, tergantung pada kegiatan bermain, biasanya hanya terdiri dari 2-3 anak saja. Kelompok pada masa anak akhir merupakan usaha anak untuk menciptakan suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhannya. Kelompok ini mempunyai struktur yang lebih tegas dan formal. Ada yang menjadi pemimpin dan pengikut. Mereka melakukan beberapa aktivitas seperti kegiatan bermain, hiburan, minat dan hobby, kadang kegiatan mencoba-coba dan mengganggu orang lain.

Kelompok juga mempunyai kode pengenal tersendiri, dan bahkan tempat pertemuan sendiri yang tersembunyi yang disepakati bersama. Perbedaan kelompok disebabkan karena perbedaan kebutuhan sosial yang berbeda. Pengaruh kelompok terhadap sosialisasi anak dilakukan dalam hal: (1) membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara sosial dalam kelompoknya; (2) membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak sebagai ”kata hati” yang otoriter; (3) mempelajari sikap sosial yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang dan cara menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok; serta (4) membantu kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan dengan teman-teman sebaya.

Penerimaan dan penolakan anak dalam kelompok disebabkan adanya dengan standar yang berlaku dalam kelompok. Keadaan ini mengakibatkan anak merasa tidak aman dan tidak mampu, serta kepekaan yang berlebihan, seperti mudah tersinggung dan berprasangka buruk dengan cara menafsirkan kata dan perbuatan teman sebagai permusuhan. Peserta didik usia SD/MI membutuhkan penerimaan dalam kelompok dan melakukan segala sesuatu untuk menghindari penolakan kelompok dengan cara memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas bermain yang sesuai dengan minat dan keinginan kelompok. Memang ada anak yang mudah ataupun tidak mudah dipengaruhi sehingga memunculkan peran pemimpin dan pengikut. Di antara anggota kelompok dapat pula terjadi persaingan. Itu wajar. Yang perlu dilakukan ialah pemberian bimbingan agar persaingan itu terjadi secara sehat, sportif, dan tanggung jawab.

Permainan atau bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar apalagi kewajiban. Aturan permainan ditetapkan sendiri oleh pemain atau kelompok bermain. Secara umum, bermain dapat dibedakan atas: (1) bermain aktif seperti berlari, perlombaan fisik dan ketangkasan, dan menyusun balok, serta (2) bermain pasif untuk mendapatkan hiburan seperti menonton televisi, membaca komik atau buku cerita, dan mendengarkan lagu.

Melalui kegiatan bermain dan permainan, selain mendapatkan kegembiraan, anak juga belajar sesuatu. Permainan atau bermain setidaknya memiliki empat manfaat. Pertama, latihan fungsi, guna melatih fungsi motorik kasar melalui permainan kejar-kejaran dan permainan dengan bola besar. Melalui permainan puzzle anak selain berlatih motorik halus, juga berlatih fungsi kognitif menghubungkan potongan gambar dengan benar. Kedua, sarana sosialisasi terutama bermain dalam kelompok, anak belajar bekerja sama dengan teman lain, dan saling pinjam meminjam alat permainan. Ketiga, mengukur kemampuan terutama untuk permainan yang dilombakan seperti perlombaan lari cepat, dan permainan olahraga. Keempat, menempa emosi/sikap melalui kegiatan untuk mentaati aturan permainan, dan bersikap sportif.

Mengingat pentingnya permainan bagi perkembangan anak, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru atau orang dewasa lainnya, yaitu: (1) sebaiknya tidak mengganggu anak yang sedang asyik bermain; (2) memberi kesempatan dan ruang bermain yang cukup kepada anak; (3) memilihkan alat permainan yang memungkinkan anak menjadi kreatif; (4) mendampingi dan membimbing anak ketika bermain; serta (5) menjaga keseimbangan aktivitas bermain dengan istirahat, makan, dan belajar. konflik antara standar atau aturan pergaulan yang berlaku di rumah dan sekolah.

Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya, dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 1990). Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain (teman, orang yang tidak/baru dikenal) dan menolong orang lain sehingga menjadi anak yang disenangi. Kemampuan tersebut diharapkan semakin lama semakin meningkat sesuai dengan usia dan tugas perkembangannya. Terdapat beberapa kriteria penyesuaian sosial yang baik.
  1. Tampilan nyata, di mana perilaku sosial anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok sehingga diterima menjadi anggota kelompok.
  2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, di mana anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lain.
  3. Sikap sosial, di mana anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok dan kegiatan sosial.
  4. Kepuasan pribadi, karena anak dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, dan dapat berperan dalam kelompok, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota kelompok.
Teman sebaya sangat berperan dan berpengaruh terhadap kemampuan penyesuaian sosial peserta didik usia SD/MI. Penerimaan atau penolakan teman kelompok berdampak pada perkembangan aspek-aspek lainnya seperti emosi, konsep diri, dan kepribadiannya. Pada masa anak akhir, ada teman biasa yang hanya memenuhi kebutuhan anak untuk berada dalam kelompoknya, teman bermain yang dapat melakaukan aktivitas bermain bersama-sama, dan teman akrab (sahabat) yang memungkinkan anak dapat berkomunikasi melalui pertukaran ide, rasa percaya, meminta nasihat/pendapat, dan berani mengkritik. Jumlah teman peserta didik usia SD/MI sangat bervariasi, tetapi umumnya dengan bertambahnya usia maka jumlah teman pun semakin banyak. Pemilihan teman biasanya terjadi karena adanya kesamaan sifat, minat, nilai-nilai, dan kedekatan geografis/lokasi.

Pergantian teman dapat terjadi karena perubahan minat, mobilitas sosial (peralihan kelompok sosial pada tingkat yang setara atau lebih tinggi/rendah), atau perpindahan lokasi tempat tinggal. Melalui pergantian teman, anak dapat belajar hal-hal yang penting dalam perkembangan sosial. Namun, secara singkat dapat dijelaskan bahawa anak yang populer sehingga menjadi ”bintang” karena kebanyakan anggota kelompok mmengagumi dan mengangap anak ini sebagai sahabat karib. Kebalikannya, ada anak yang terisolasi, tidak disukai, bahkan ditolak oleh anggota kelompok karena memiliki sifat yang tidak memenuhi tuntutan standar kelompok sehingga tidak dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik. Sifat itu, misalnya, tidak ramah, egois, sulit bekerjasama, dan curang. Anak yang diterima dengan baik akan merasa senang dan aman, sehingga dapat mengembangkan konsep diri secara positif dan menyenangkan, memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola dan keterampilan sosial, serta dapat menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan masyarakat.

Untuk memenuhi kebutuhan sosial selain melalui kelompok dan permainan, ada juga anak yang mencari teman khayal sebagai teman pengganti, memelihara hewan piaraan, dan secara negatif dengan ”membeli” penerimaan sosial.

Kesimpulan yang didapat dari penjelasan di atas adalah bahwa perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Untuk memperoleh perkembangan sosial yang optimal, peserta didik perlu melakukan sosialisasi. Sosialisasi adalah suatu proses belajar bersikap dan berperilaku sesuai dengn tuntutan sosial sehingga mampu hidup bermasyarakat dengan orang-orang di sekitarnya. Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan melalui belajar berperilaku, memainkan peran sosial, dan sikap sosial yang dapat diterima orang lain.

Perkembangan sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor. Peranan kelompok sangat membantu anak dalam bergaul dengan teman sebaya, mengembangkan kesadaran sosial, mempelajari sikap sosial, membantu kemandirian anak melalui kepuasan bergaul. Permainan pun sangat penting bagi perkembangan sosial anak. Permainan dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti bermain kelompok. Kegiatan bermain ini memberikan kegembiraan dan sosialisasi, serta melatih fungsi motorik, mengukur kemampuan/prestasi, dan menempa emosi/sikap anak.

Keberhasilan anak dalam perkembangan sosial ditunjukkan melalui kemampuannya untuk melakukan penyesuaian sosial. Yang dimaksud dengan penyesuaian sosial ialah keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Bagikan Post:

Jangan Lupa Follow Total-Edukasi untuk Mendapatkan Informasi Terbaru!

0 Response to "Seperti Apa Perkembangan Sosial pada Anak Usia SD/MI?"

Post a Comment

Mohon berkomentar dengan bijak dan sopan. Jangan gunakan kata-kata kasar, caci maki, bullying, hate speech, dan hal-hal lain yang dapat membuat orang lain tersinggung.